Tadi pagi di
sekolah, guru saya sedang menerangkan tentang Sosiologi, bab pengendalian dan
penyimpangan social. Disitu guru saya menerangkan tentang Osistrasisme atau
pengucilan dari masyarakat termasuk penderita HIV/AIDS. Dan batin saya langsung
‘mak jlebb!!! Blugh!’ waktu guru saya bilang kalau penderita HIV memang
sepatutnya dihindari agar masyarakat yang lain tidak ikut tertular dan
menderita penyakit yang sama. HOAX!!! Mangkel!!!! Saya langsung bisik2 ke teman sebangku
yang memang agak ‘kuper’. Saya bilang ke dia kalau HIV itu tidak menular
melalui media diluar tubuh. Dia hanya menyerang system imun (pertahanan tubuh)
dan hanya menular melalui darah, sperma, dan asi. Saya juga baru tahu kalau
minimnya pengetahuan tentang AIDS juga diderita oleh guru. Meskipun saya tidak
pernah merasakan apa itu AIDS, tetapi saya sampai terharu ketika menonton film
The Ryan White Stories, kisah perjuangan anak penderita HIV bernama Ryan White
yang dikucilkan dari masyarakat bahkan dikeluarkan dari sekolah. Okay, untuk
menambah pengetahuan tentang AIDS, saya mau berbagi artikel ini.
Definisi
AIDS adalah singkatan dari Acquired
Immune Deficiency Syndrome. Penyakit AIDS
disebabkan oleh virus HIV (human immunodeficiency virus). Virus ini hanya menyerang daya tahan tubuh yang menyebabkan orang yang
menderita ini terkena segala macam penyakit termasuk TBC, Tumor, Kanker, dll.
Penyebab dan Akibat yang ditimbulkan
Gejala dan komplikasi
Gejala-gejala utama AIDS.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada
orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi
tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem
kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada
penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir semua organ
tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma
Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik;
seperti demam, berkeringat (terutama
pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta
penurunan berat badan.Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS,
juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah
geografis tempat hidup pasien.
Penyakit paru-paru utama
Foto sinar-X pneumonia pada paru-paru, disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.
Pneumonia pneumocystis (PCP) jarang
dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan
tubuh yang baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.
Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya
diagnosis, perawatan, dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara
Barat, penyakit ini umumnya segera menyebabkan kematian. Di negara-negara
berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama AIDS pada orang-orang
yang belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika
jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara
infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat ditularkan kepada orang
yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan
mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV,
serta dapat dicegah melalui terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC
terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial pada penyakit ini.
Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat
telah berkurang karena digunakannya terapi dengan pengamatan langsung dan
metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di negara-negara
berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV
(jumlah CD4 >300 sel per µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada
stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang
menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya
biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu
tempat.TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum
tulang, tulang,
saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah
bening (nodus
limfa regional), dan sistem syaraf pusat.
Dengan demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat
munculnya penyakit ekstrapulmoner.
Penyakit
saluran pencernaan utama
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus),
yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV,
penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis)
atau virus (herpes simpleks-1 atau virus
sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria,
meskipun kasusnya langka.
Diare
kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena
berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella,
Shigella,
Listeria,
Kampilobakter,
dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik
yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis,
mikrosporidiosis,
Mycobacterium avium complex, dan virus
sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai
efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek
samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare
dapat juga merupakan efek samping dari antibiotik
yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium
akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan
cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta
mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan
dengan HIV.
Penyakit syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah
laku karena gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang
disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan,
atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit
bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya
menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis),
namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.
Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges
(membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus
neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit
kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan
kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
Leukoensefalopati multifokal
progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan
selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga
merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC,
yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi laten, dan
menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana
yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan
menyebar (multilokal), sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu
sebulan setelah diagnosis.
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan
mental (demensia)
yang terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik)
yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan
imun oleh makrofag
dan mikroglia
pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.
Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk ketidaknormalan kognitif,
perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi.
Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan
tingginya muatan virus pada plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di
negara-negara Barat adalah sekitar 10-20%,namun di India
hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[
Perbedaan ini mungkin terjadi karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.
Kanker dan tumor ganas (malignan)
Sarkoma Kaposi
Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko
yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi
oleh virus
DNA penyebab mutasi
genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma
Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).
Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang
pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda
homoseksual tahun 1981
adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh
virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-8 yang juga disebut
virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam
bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran
pencernaan, dan paru-paru.
Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah
kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah
bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau
sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma
(DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer,
lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali
merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada
beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar
disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma
Kaposi.
Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV
dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus
papiloma manusia.
Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor
lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan
kanker anus. Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum
seperti kanker payudara dan kanker
usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien
terinfeksi HIV. Di tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus
yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS, kemunculan berbagai kanker
yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama kanker kemudian
menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.
Infeksi oportunistik lainnya
Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik
dengan gejala tidak spesifik, terutama demam
ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk
infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus
sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus
besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada
retina mata (retinitis sitomegalovirus), yang
dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis,
kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis
dan kriptokokosis)
pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia
Tenggara.
Penyebab
HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan
sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada permukaan limfosit
setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop elektron.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV
adalah retrovirus
yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T
CD4+ (sejenis sel T), makrofaga, dan sel
dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak
langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh
dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga
jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter
(µL) darah, maka
kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah
kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian
timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan
memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi
tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata
lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh
tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2
bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat
bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang
memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV
(seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi.Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih
muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses
yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis,
juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik
orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara
alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan
berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit
klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan
dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu
kemampuan penderita bertahan hidup.
Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika
ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan
rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual
reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif
tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko
hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena
HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual
secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak
digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang
memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan
risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan
epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang
terinfeksi HIV (limfosit
dan makrofaga)
pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara,
Eropa, dan Amerika
Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko
terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid.
Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya
penyakit menular seksual seperti kencing
nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis
yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan
dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan
penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan
antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak
selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin.
Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81%
peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1
karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan
kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.
Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang
lebih mematikan.
Kontaminasi patogen melalui darah
Poster CDC tahun 1989, yang mengetengahkan bahaya AIDS
sehubungan dengan pemakaian narkoba.
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna
obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi
darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum
suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh
organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak
hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B
dan hepatitis
C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua
infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika
Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur.
Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan
orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat
anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan
(perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan
walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang
memberi dan menerima rajah
dan tindik
tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak
dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya
dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi
HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas
kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong
negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah
penularan HIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat
kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan
pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi
dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10%
infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui
rahim (in
utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir
kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu
ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian,
jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan
dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%.
Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu
saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui
meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.
From :
Wikipedia
Itu dia
postingan aku tentang HIV/AIDS. Menurutku, penderita HIV/AIDS tidak sepatutnya
kita hindari, karena mereka tidak menular, kok! Kan kita Cuma berjabat tangan.
Then, kita main bareng,deh! Seru2an pastinya. Segitu dulu postingan aku. Sekian
dan SEMOGA BERMANFAAT!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar